Beranda Artikel Alergi Memahami Intoleransi Makanan dan Perbedaannya dengan Alergi

Memahami Intoleransi Makanan dan Perbedaannya dengan Alergi

2024/07/26 - 04:15:49pm     oleh Morinaga Soya
Intoleransi Makanan vs Alergi Makanan

Ketika Si Kecil mengalami gangguan pencernaan setelah mengonsumsi makanan tertentu, wajar jika Bunda langsung berpikir itu karena alergi. Namun, tidak semua reaksi tubuh terhadap makanan adalah alergi. Bisa jadi, penyebabnya adalah intoleransi makanan, yaitu kondisi di mana sistem pencernaan tidak mampu mencerna zat tertentu dalam makanan. Kondisi ini memang tidak membahayakan nyawa, tetapi tetap bisa menimbulkan ketidaknyamanan bagi Si Kecil.

Agar tidak salah penanganan, Bunda perlu memahami lebih dalam apa itu intoleransi makanan, gejala-gejalanya, penyebabnya, serta perbedaannya dengan alergi makanan. Dengan pengetahuan yang cukup, Bunda bisa mengambil langkah terbaik untuk menjaga kesehatan pencernaan Si Kecil.

Apa Itu Intoleransi Makanan?

Intoleransi makanan adalah kondisi saat sistem pencernaan bereaksi negatif terhadap zat tertentu yang sulit dicerna. Reaksi ini terjadi bukan karena sistem kekebalan tubuh, melainkan karena kekurangan enzim atau kepekaan terhadap senyawa tertentu dalam makanan.

Contohnya, pada kasus intoleransi laktosa, tubuh Si Kecil tidak memiliki cukup enzim laktase untuk mencerna gula alami pada susu. Akibatnya, muncul gejala seperti kembung, mual, dan nyeri perut. Hal ini berbeda dengan alergi makanan, karena reaksi intoleransi hanya mempengaruhi saluran pencernaan dan tidak mengancam jiwa.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang gejala alergi makanan, lanjut baca artikel berikut ya: Ciri-ciri Alergi Makanan pada Si Kecil.

Perbedaan Intoleransi Makanan dan Alergi Makanan

Perbedaan utama antara intoleransi dan alergi makanan terletak pada sistem tubuh yang terlibat. Alergi makanan melibatkan sistem kekebalan tubuh dan dapat menyebabkan reaksi yang serius hingga mengancam nyawa, seperti syok anafilaksis. Sementara intoleransi makanan hanya melibatkan sistem pencernaan dan umumnya tidak berbahaya.

Alergi Makanan

Intoleransi Makanan

  • Terjadi karena reaksi sistem kekebalan tubuh yang salah mengenali protein dalam makanan sebagai zat berbahaya sehingga melepaskan histamin yang memicu alergi.

  • Saat intoleransi makanan terjadi, hanya melibatkan sistem pencernaan, dan tidak melibatkan sistem kekebalan tubuh. Otomatis tidak menimbulkan reaksi alergi

  • Hanya makan sedikit, bisa langsung memicu reaksi alergi, seperti ruam merah, gatal, mengi, mata dan hidung berair, dan sebagainya.

  • Tidak menimbulkan reaksi alergi. Hanya saat Si Kecil mengonsumsi zat dalam jumlah banyak, baru memunculkan gangguan pencernaan, seperti sakit perut, kembung, mual, dan nyeri perut.

  • Dapat mengancam jiwa, misalnya terjadi syok anafilaksis.

  • Tidak mengancam jiwa.

Pada alergi, tubuh salah mengenali protein dalam makanan sebagai ancaman dan memicu pelepasan histamin. Gejalanya bisa berupa ruam, gatal, hidung berair, hingga sesak napas. Sedangkan pada intoleransi, gejala yang muncul biasanya berupa gangguan pencernaan seperti perut kembung, mual, dan diare.

Intoleransi makanan juga dibagi dalam beberapa jenis, seperti intoleransi gluten, histamin, dan intoleransi fruktosa. Yuk, ketahui jenis intoleransi makanan berikut ini: 5 Jenis Intoleransi Makanan yang Bisa Dialami Si Kecil.

Gejala Intoleransi Makanan

Intoleransi makanan bisa dikenali melalui beberapa tanda, terutama yang berkaitan dengan pencernaan:

  • Diare: Terjadi karena makanan yang tidak tercerna dengan baik menyebabkan iritasi pada saluran cerna.

  • Perut kembung dan gas: Terasa sesak atau begah setelah makan, sering muncul pada intoleransi laktosa.

  • Sakit perut atau kram: Nyeri atau rasa tidak nyaman di perut setelah makan makanan tertentu.

  • Sakit kepala: Bisa muncul sebagai reaksi terhadap bahan kimia dalam makanan, seperti MSG atau sulfit.

Gejala-gejala ini biasanya muncul beberapa saat setelah makan dan tidak menyebabkan reaksi sistemik seperti pada alergi.

Penyebab Intoleransi Makanan

Kekurangan Enzim Pencernaan

Salah satu penyebab paling umum intoleransi makanan adalah kekurangan enzim yang berfungsi memecah komponen tertentu dalam makanan. Misalnya, pada intoleransi laktosa, tubuh Si Kecil kekurangan enzim laktase sehingga tidak mampu mencerna laktosa dari susu. Hal ini menyebabkan laktosa menumpuk di usus dan memicu gejala seperti kembung, diare, dan nyeri perut.

Ketidakmampuan tubuh dalam memecah zat gizi ini membuat makanan tidak tercerna sempurna, sehingga menimbulkan fermentasi berlebih oleh bakteri usus. Proses ini memicu pembentukan gas dan asam, menyebabkan perut begah dan ketidaknyamanan lainnya. Jika terus dibiarkan, kekurangan enzim bisa mengganggu asupan nutrisi penting dalam tubuh anak.

Kandungan Histamin dalam Makanan

Histamin adalah senyawa alami yang bisa ditemukan pada makanan yang disimpan terlalu lama atau tidak disimpan dengan benar, seperti daging olahan dan keju. Jika tubuh Si Kecil tidak mampu memecah histamin, maka ia bisa mengalami reaksi mirip alergi seperti gatal-gatal, kemerahan, sakit kepala, dan mual.

Banyak yang mengira reaksi ini adalah alergi makanan, padahal sebenarnya ini adalah intoleransi histamin. Untuk menghindarinya, penting untuk memperhatikan kesegaran makanan serta cara penyimpanannya. Anak-anak yang sensitif terhadap histamin biasanya juga memiliki riwayat migrain atau gangguan pencernaan tertentu.

Kandungan Salisilat

Salisilat adalah senyawa alami yang banyak ditemukan dalam buah-buahan, sayuran, dan rempah-rempah. Pada sebagian anak, senyawa ini bisa menimbulkan intoleransi dengan gejala seperti sakit kepala, ruam, pilek, dan bahkan gejala mirip asma.

Mereka yang memiliki asma atau gangguan usus lebih rentan mengalami intoleransi salisilat. Bunda sebaiknya memperhatikan reaksi tubuh Si Kecil setelah mengonsumsi makanan tinggi salisilat seperti stroberi, tomat, bayam, atau rempah seperti kayu manis. Jika gejala berulang, sebaiknya konsultasikan dengan dokter.

Bahan Kimia Tambahan dalam Makanan

Bahan kimia seperti MSG, pewarna makanan, pengawet, dan pemanis buatan bisa menyebabkan intoleransi makanan pada anak-anak. Reaksinya bisa berupa sakit kepala, ruam, diare, atau gejala pencernaan lain.

MSG misalnya, bisa menyebabkan gejala seperti keringat berlebih, nyeri kepala, dan sensasi panas. Begitu juga dengan nitrat dan sulfit yang banyak ditemukan dalam makanan olahan, seperti daging asap atau buah kering. Untuk mencegah gejala ini, hindari makanan kemasan dan pilih makanan segar yang alami.

Kontaminasi Racun Alami

Beberapa bahan makanan bisa terkontaminasi racun alami seperti aflatoksin, yang berasal dari jamur pada kacang tanah atau rempah-rempah. Racun ini bisa memicu reaksi intoleransi atau bahkan keracunan makanan jika tidak ditangani dengan baik.

Si Kecil yang sensitif dapat mengalami mual, muntah, atau diare setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Karena itu, Bunda harus memastikan bahan makanan yang digunakan bersih, disimpan dengan benar, dan tidak melewati masa kedaluwarsa.

Jenis-Jenis Intoleransi Makanan

Intoleransi Laktosa

Jenis yang paling umum terjadi pada anak-anak adalah intoleransi laktosa. Ini disebabkan oleh kekurangan enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu. Ketika enzim ini tidak mencukupi, laktosa yang tidak tercerna menyebabkan fermentasi di usus yang memicu diare, kembung, dan perut nyeri.

Anak yang mengalami intoleransi laktosa sering kali tidak bisa mengonsumsi susu sapi dan produk olahannya. Namun, mereka tetap bisa memperoleh kalsium dari susu bebas laktosa, susu berbasis nabati seperti kedelai, atau suplemen kalsium yang dianjurkan dokter.

Intoleransi Gluten

Gluten adalah protein yang ditemukan dalam gandum, barley, dan rye. Intoleransi terhadap gluten menyebabkan gangguan pencernaan seperti perut kembung, nyeri, diare, atau bahkan penurunan berat badan jika dikonsumsi terus-menerus.

Pada beberapa kasus, intoleransi gluten bisa berkaitan dengan kondisi autoimun seperti penyakit celiac. Oleh karena itu, Bunda perlu memperhatikan label pada makanan, terutama produk roti, biskuit, atau sereal, dan memilih produk bebas gluten jika Si Kecil menunjukkan gejala setelah mengonsumsi makanan tersebut.

Intoleransi Histamin

Histamin adalah senyawa alami yang bisa menyebabkan gejala mirip alergi jika tubuh tidak mampu memecahnya dengan baik. Anak dengan intoleransi histamin bisa mengalami gatal, bengkak, sakit kepala, atau pusing setelah makan keju tua, sosis, ikan kalengan, atau makanan fermentasi.

Intoleransi ini sering tidak dikenali karena gejalanya tumpang tindih dengan alergi makanan. Konsultasi dengan dokter atau ahli gizi bisa membantu Bunda mengenali pemicunya dan menyesuaikan menu makanan Si Kecil agar tetap aman dan nyaman dikonsumsi.

Ciri-ciri Intoleransi Makanan

Intoleransi makanan pada Si Kecil dapat diidentifikasi melalui berbagai gejala yang muncul setelah mengonsumsi makanan tertentu. Berikut adalah beberapa ciri yang perlu Bunda perhatikan:

1. Diare

Diare merupakan salah satu tanda utama bahwa Si Kecil mungkin mengalami intoleransi makanan. Diare biasanya terjadi beberapa saat setelah Si Kecil; mengkonsumsi makanan yang tidak dapat dicerna dengan baik oleh sistem pencernaannya.

2. Perut Kembung dan Penuh Gas

Perut terasa kembung dan penuh gas juga menjadi salah satu ciri adanya gangguan sistem pencernaan akibat intoleransi makanan.

Kondisi ini sering terjadi pada Si Kecil yang mengalami intoleransi laktosa, yang disebabkan oleh ketidakmampuan usus mencerna gula (laktosa) yang biasanya terdapat dalam susu atau produk olahan susu.

3. Sakit Perut atau Kram

Sakit perut atau nyeri, disertai rasa kram pada bagian bawah atau tengah perut, menjadi tanda adanya intoleransi makanan. Si Kecil mungkin akan merasa tidak nyaman dan menunjukkan tanda-tanda kesakitan setelah makan.

4. Sakit Kepala

Beberapa anak juga dapat mengalami sakit kepala sebagai reaksi terhadap intoleransi makanan. Ini mungkin tidak langsung terlihat terkait dengan makanan, namun jika terjadi secara konsisten setelah makan makanan tertentu, ini bisa menjadi tanda.

Penting untuk diingat bahwa setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda, jadi penting untuk berkonsultasi dengan dokter agar Bunda mendapatkan panduan dalam menjaga keseimbangan dan kebutuhan nutrisi Si Kecil: Cara mengatasi sakit perut anak.

Tips Nyaman Mengonsumsi Makanan Bagi Anak dengan Intoleransi

Catat Makanan dan Gejala

Langkah pertama dalam menangani intoleransi makanan adalah mencatat makanan yang dikonsumsi Si Kecil dan reaksi tubuhnya. Buku harian makanan ini bisa membantu Bunda dan dokter mengidentifikasi dengan tepat makanan yang menjadi pemicu dan seberapa besar toleransinya.

Dengan mencatat secara rutin, Bunda dapat memahami pola yang mungkin terlewatkan, seperti kapan munculnya gejala, berapa lama gejala berlangsung, dan apakah ada faktor lain yang memperparah reaksi. Ini akan sangat membantu ketika berkonsultasi ke dokter untuk diagnosis lebih akurat.

Kenalkan Makanan Baru Secara Perlahan

Jika ingin mengenalkan makanan baru kepada anak dengan intoleransi, lakukan secara perlahan dan satu jenis dalam satu waktu. Ini bertujuan untuk mengetahui dengan jelas reaksi tubuh terhadap makanan tersebut.

Penting juga untuk memberikan makanan dalam jumlah kecil terlebih dahulu agar tubuh Si Kecil dapat beradaptasi. Bila tidak muncul reaksi negatif, baru ditingkatkan porsinya secara bertahap. Langkah ini dapat membantu Bunda membentuk pola makan sehat dan aman bagi anak.

Intoleransi makanan bukan kondisi berbahaya, tetapi tetap perlu ditangani dengan serius agar tidak mengganggu tumbuh kembang Si Kecil. Dengan memahami perbedaannya dari alergi makanan, serta mengenali penyebab dan gejalanya, Bunda bisa memberikan penanganan yang tepat.

Konsultasikan dengan dokter bila perlu, dan jangan ragu mencari dukungan ahli gizi untuk memastikan asupan nutrisi anak tetap optimal. Jika Bunda ingin tahu lebih lanjut tentang jenis intoleransi lainnya, baca artikel berikut ini: Jenis Intoleransi Makanan yang Bisa Dialami Si Kecil.

Referensi:

  • Minford, A., Macdonald, A., & Littlewood, J. (1982). Food intolerance and food allergy in children: a review of 68 cases.. Archives of Disease in Childhood, 57, 742 - 747. https://doi.org/10.1136/adc.57.10.742.

  • Pb, S. (1999). Food allergy and food intolerance in childhood.. Indian Journal of Pediatrics, 66.

  • Sullivan, P. (1999). Food allergy and food intolerance in childhood.. Indian journal of pediatrics, 66 1 Suppl, S37-45 .

  • Zhang, Y. (2013). Food intolerance in children. International Journal of Pediatrics, 40, 583-584. https://doi.org/10.3760/CMA.J.ISSN.1673-4408.2013.06.012.

  • Halken, S. (1997). Clinical symptoms of food allergy/intolerance in children.. Environmental toxicology and pharmacology, 4 1-2, 175-8 . https://doi.org/10.1016/S1382-6689(97)10060-6.





medical record

Berapa Besar Risiko Alergi Si Kecil?



Cari Tahu
bannerinside bannerinside
allysca