Beranda Artikel 37-72 Bulan Gangguan Sistem Pencernaan Anak yang Umum Terjadi

Gangguan Sistem Pencernaan Anak yang Umum Terjadi

2022/10/05 - 05:19:50pm     oleh Morinaga Soya
Gangguan sistem pencernaan

Si Kecil rentan mengalami gangguan pencernaan seperti diare, sembelit, mual dan muntah, hingga sindrom usus pendek. Kondisi ini kerap terjadi karena sistem pencernaannya yang masih berkembang dan sensitif terhadap perubahan, serta dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti makanan yang tidak cocok, alergi, atau infeksi.

Gejalanya mulai dari perut kembung, nyeri perut, hingga perubahan frekuensi buang air besar. Agar Bunda dapat memahaminya lebih lanjut, yuk simak jenis gangguan pencernaan anak dan cara mengatasinya berikut ini.

Jenis Gangguan Sistem Pencernaan pada Anak

Sistem pencernaan merupakan organ tubuh yang wajib dijaga kesehatannya. Melansir dari Klikdokter, disebutkan juga bahwa menurut beberapa penelitian, sistem pencernaan itu sama pentingnya dengan otak, khususnya dalam mengoptimalkan pertumbuhan anak.

Apabila sistem pencernaan Si Kecil terganggu, maka ia bisa menjadi rewel dan nafsu makan juga bisa berkurang. Kalau begini, pasti proses tumbuh kembangnya akan terganggu.

Saat alami gangguan di area saluran cerna, umumnya bagi orang dewasa gejala umum yang sering dirasakan adalah perut menjadi mulas, terutama usai menyantap makanan yang mungkin tidak cocok atau terlalu pedas. Namun bagi anak-anak terkadang masalah saluran cerna bukan hanya menimbulkan perasaan mulas atau sakit di area perut namun juga sensasi terbakar di area dada.

Berdasarkan data yang dimuat di laman Web MD, setidaknya ada 2% anak-anak dari rentang usia 3 hingga 9 tahun, dan 5% anak usia 10 - 17 tahun yang dilaporkan mengalami heartburn atau sensasi panas ini ketika sistem pencernaannya bermasalah. Tak jarang gejala ini bisa dirasakan saat Si Kecil masih bayi.

Meskipun cukup sering terjadi, namun gangguan pencernaan pada anak bisa jadi jadi sulit untuk dideteksi, terutama pada bayi karena mereka belum bisa mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan dan hanya banyak berkomunikasi lewat tangisan. Selalu waspada akan gejala atau ciri-ciri yang ditunjukan oleh Si Kecil, bila terlalu dibiarkan berlarut hal ini bisa memicu infeksi pada saluran pencernaan anak.

Untuk itu, penting bagi Bunda supaya mengetahui beberapa jenis gangguan pencernaan yang mungkin saja menimpa Si Kecil, antara lain:

Short Bowel Syndrome (Sindrom Usus Pendek)

Sindrom usus pendek pada anak merupakan suatu keadaan dimana tubuh tidak mampu menyerap cukup nutrisi ataupun cairan lantaran usus halusnya lebih pendek dari seharusnya. Usus halus sendiri sebenarnya merupakan tempat gizi dari makanan yang dikonsumsi oleh Si Kecil akan diserap.

Melansir dari laman National Organization for Rare Disorders, penyakit ini sebenarnya cukup langka dan diperkirakan setidaknya selama setahun ada 3 dari satu juta orang yang berpotensi mengalaminya. Namun tentu bagi penderitanya, dampaknya cukup besar.

Bagaimana tidak, penyakit ini bisa mengakibatkan tubuh Si Kecil tak dapat menyerap lemak, protein, vitamin, dan nutrisi lainnya dengan baik. Bila tidak ditangani dengan tepat, SBS bisa menyebabkan komplikasi berupa malnutrisi ataupun mengganggu keseimbangan bakteri dalam usus.

Beberapa anak bisa mengalami sindrom ini sebagai imbas dari menjalani operasi untuk mengangkat bagian usus, atau karena penyakit Crohn, intususepsi, cedera di area usus, atau karena pembuluh darah yang tersumbat sehingga dapat memperlambat aliran darah ke usus.

Tanda umum yang bisa terlihat dari gejala ini adalah Si Kecil kerap mengalami diare, perutnya akan terasa kembung, kram perut dan mual, tubuh menjadi lemas, berat badan terus turun, kadang ada juga rasa terbakar di ulu hati (heartburn). Bila Si Kecil mengeluhkan atau terlihat seperti mengalami gejala ini dan sepertinya tidak terlihat membaik, akan lebih bijak bila Bunda membawanya ke dokter untuk diperiksakan.

Dampak tidak baik yang bisa ditimbulkan oleh sindrom ini meliputi kekurangan gizi, dehidrasi, ruam popok yang parah, kulit akan lebih mudah lecet, hingga batu ginjal. Selain itu, SBS bisa membuat Si Kecil menjadi rentan terhadap kerusakan saluran cerna seperti tukak lambung akibat paparan asam pada dinding usus atau lambung.

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Menurut ahli gastroesophageal di Children’s Hospital of Michigan, kondisi GERD merupakan salah satu gangguan pencernaan pada anak yang terjadi ketika isi lambung mulai naik ke kerongkongan. Situasi ini bisa menjadi relatif normal bila terjadi beberapa kali dalam sehari yang jatuhnya menjadi gumoh atau muntah.

Seperti yang diutarakan dalam laman IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) muntah atau gumoh pada bayi dan anak bisa menjadi tanda kelainan atau juga tidak. Muntah dan gumoh ini bisa menjadi indikasi refluks asam lambung atau reflux gastroesofagus (RGE). RGE ini merupakan peristiwa yang relatif normal selama Si Kecil tidak menolak makan dan berat badannya terus bertambah secara signifikan sesuai usia. Tapi bila yang terjadi kebalikannya, maka baiknya Bunda memeriksakan kondisi Si Kecil ke tenaga medis.

Lain halnya bila Si Kecil kerap muntah terus menerus akibat asam lambung, maka ini bisa dikategorikan sebagai GERD. Berikut merupakan gejala GERD yang kerap terjadi pada bayi dan anak-anak

  • Kerap menolak untuk makan
  • Berat badan stagnan atau malahan turun
  • Memuntahkan isi perut
  • Memuntahkan cairan kuning atau hijau, dalam kasus parah ada darah yang terlihat seperti bubuk kopi
  • Terdapat darah dalam feses
  • Sulit Bernapas
  • Rasa sakit atau rasa panas di area dada bagian atas (heartburn)
  • Merasa sakit atau tidak nyaman setiap melakukan gerakan menelan
  • Asam lambung terasa di kerongkongan
  • Mual
  • Merasakan sakit berlebihan ketika dalam posisi berbaring

Bila Si Kecil mengalami gangguan ini, Bunda harus memberi tahu dan memastikan Si Kecil supaya tidak makan dengan terburu-buru. Pastikan juga anak tidak langsung tidur seusai makan atau berbaring segera setelah makan. Biasakan Si Kecil untuk tetap tegak selama setidaknya setengah jam atau lebih seusai menyantap makanan. Selalu sediakan makanan ringan yang bisa dikonsumsi Si Kecil dalam jumlah sedikit namun sering.

Ketika waktunya tidur, karena riwayat refluksnya, coba sediakan bantal untuk mengangkat kepala anak agar kepalanya sedikit lebih tinggi dibandingkan anggota tubuh lainnya. Cara ini dipercaya untuk membantu gangguan pencernaan yang dirasakan Si Kecil supaya tidak terlalu membuatnya resah dan ia bisa tidur dengan lebih nyenyak.

Melansir dari Healthline, peneliti belum mengetahui penyebab GERD yang melanda anak-anak. Tapi seperti dijelaskan Cedars-Sinai Education, berikut merupakan faktor yang bisa memicu GERD pada Si Kecil, antara lain:

  • Panjang atau pendeknya saluran kerongkongan dalam perut
  • Posisi sudut tempat bertemunya lambung dan esofagus belum berkembang betul
  • Lemahnya kondisi otot bagian bawah kerongkongan

Bila gejala yang dialami Si Kecil kerap membuatnya tidak nyaman dan rewel, sebaiknya segera periksakan ke dokter bila memang dirasa sudah mengkhawatirkan ya Bunda supaya Si Kecil bisa mendapatkan penanganan yang tepat. Karena penyakit GERD tak dapat dianggap sepele dan harus ditangani dengan sigap.

Celiac

Penyakit celiac merupakan salah satu jenis kelainan autoimun pada bayi yang menyebabkan gangguan pencernaan karena adanya intoleransi terhadap gluten, yakni sejenis protein yang biasa ditemukan dalam gandum. Jadi setiap makanan yang terbuat dari olahan gandum biasanya akan menimbulkan reaksi tertentu pada Si Kecil.

Saat Si Kecil yang menderita celiac mendapati mengonsumsi makanan yang mengandung gluten, maka sistem kekebalan tubuhnya otomatis akan menyerang dan merusak lapisan usus kecil sehingga akan mengganggu proses penyerapan gizi sehingga tidak akan maksimal.

Alhasil kondisi ini bisa mengakibatkan Si Kecil menjadi malnutrisi karenanya. Salah satu tanda yang paling terlihat adalah berat badan yang stagnan dan malah berkurang. Penyakit ini bisa menimpa Si Kecil dengan rentang usia berapapun selama ia sudah mulai mengonsumsi MPASI atau makanan yang mengandung gluten. Penyakit ini seringnya juga merupakan bawaan genetik. Bila Bunda atau suami memiliki riwayat penyakit ini maka besar kemungkinan Si Kecil bisa terpapar dengan celiac.

Bunda perlu mengkonsultasikan situasi Si Kecil ini ke dokter untuk mendapatkan informasi serta cara penanganan yang tepat. Lakukan juga diet ketat atas arahan dokter serta mendisiplinkan Si Kecil supaya tidak mengonsumsi makanan yang mengandung gluten. Bila gejala yang dialami Si Kecil terlihat membuatnya tak nyaman dan sulit untuk beraktivitas, segeralah bawa Si Kecil untuk mendapatkan bantuan medis.

Diare

Bisa dibilang penyakit diare merupakan penyakit pencernaan paling umum yang sering menyerang baik orang dewasa maupun anak-anak. Bagi anak-anak kondisi ini bisa menyerang bahkan sejak mereka masih bayi. Diare merupakan keadaan dimana frekuensi buang air besar Si Kecil menjadi lebih banyak dibandingkan biasa bahkan bisa lebih dari 4 kali sehari. Konsistensi tinjanya juga biasanya lebih cair dan cenderung membuat Si Kecil mengalami dehidrasi.

Mengutip dari Stanford Children, sistem pencernaan anak yang belum sempurna betul membuatnya belum bisa mencerna makanan dengan sempurna sehingga tak jarang hal ini akan mengganggu gerakan usus dan menyebabkan diare. Selain itu, gejala alergi, bakteri, sindrom usus pendek, ataupun infeksi dari rotavirus bisa menyebabkan diare. Berikut merupakan beberapa hal yang bisa mengakibatkan anak terserang diare, antara lain:

  • Keracunan makanan
  • Gejala alergi
  • Efek obat atau antibiotik
  • Sanitasi dan kebersihan tubuh yang kurang terjaga
  • Kondisi kesehatan tertentu (intoleransi laktosa, crohn, celiac, dan lainnya)

Untuk mengatasi diare pada anak, Bunda harus mengetahui dulu sebelumnya apa penyebab diare Si Kecil. Bila Bunda masih tidak yakin, jangan ragu untuk memeriksakannya ke tenaga medis ya Bunda, supaya diare yang diderita Si Kecil tidak bertambah buruk.

Sembelit

Sembelit merupakan keadaan yang cukup berkebalikan dari diare. Bila saat diare frekuensi BAB anak menjadi lebih sering, sementara saat mengalami sembelit, maka frekuensi BAB Si Kecil malahan berkurang. Dalam beberapa kasus, sembelit bisa menyebabkan anak tidak BAB selama lebih dari 3 hari.

Sembelit juga bisa mengakibatkan tekstur fesess anak mengeras sehingga sulit untuk dikeluarkan dan malahan membuat luka di area anus. Seringnya Si Kecil akan mengalami kesulitan buang air besar karena kurangnya asupan cairan dalam tubuh, asupan makanan yang kurang serat, ataupun karena beberapa kondisi medis lain seperti alergi ataupun intoleransi laktosa. Nah agar Bunda dapat melakukan pencegahan sejak dini, cari tahu makanan apa saja yang dapat menyebabkan sembelit dalam ulasan berikut yuk: Makanan yang Menyebabkan Sembelit pada Bayi

Saat Bunda mendapati Si Kecil mengalami konstipasi, cobalah berikan Si Kecil asupan cairan dengan minum air putih yang cukup, atau bila berikanlah ASI bila Bunda masih memberikan ASI eksklusif. Sementara bila Si Kecil sudah bisa mengonsumsi makanan padat, selalu berikan sayuran dan buah-buahan dan sayuran kaya serat guna mencegah sembelit. Selain itu, Bunda juga bisa memberikan makanan kaya probiotik untuk mengatasi kondisi ini. Selengkapnya, baca artikel berikut yuk: Manfaat Probiotik untuk Anak yang Susah BAB

Segera berkonsultasi dengan dokter anak apabila Si Kecil mengalami sembelit dan kondisinya terlihat tidak kunjung membaik. Terutama bila Si Kecil selalu rewel dan terlihat kesakitan atau tidak nyaman.

Cara Mengatasi Gangguan Sistem Pencernaan Anak

Bunda harus paham bahwa saluran pencernaan, terutama usus memiliki kaitan yang cukup erat dengan otak sehingga bisa mempengaruhi kondisi emosi yang secara langsung akan berimbas pada proses tumbuh kembang anak.

Dalam sebuah jurnal terbitan National Library of Medicine, disebutkan bahwa adapun jaringan komunikasi yang menghubungkan usus serta otak disebut juga dengan Gut-Brain axis (poros otak - usus). Jaringan ini terbentuk karena adanya sel saraf kompleks di usus yang terhubung dengan sistem saraf pusat otak. Itulah yang membuat kinerja usus dan otak memiliki kesinambungan yang cukup kompleks dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Ketika sistem pencernaan bermasalah, maka akan ada gangguan dalam poros otak-usus yang bisa mempengaruhi tiga hal krusial bagi kinerja serta perkembangan otak Si Kecil, mulai dari kemampuan berpikir, kekebalan tubuh, serta kondisi emosionalnya. Itulah mengapa sangat penting untuk menjaga kesehatan saluran cerna Si Kecil. Ada beberapa tips yang bisa Bunda terapkan untuk menjaga dan memperbaiki kesehatan pencernaan anak, antara lain:

Memberikan Asupan Makanan yang Penuh Nutrisi

Menurut rekomendasi Academy of Culinary Nutrition, Bunda perlu memasukan makanan rendah lemak, kaya protein, sayuran matang, nasi putih, oatmeal, makanan fermentasi (tahu dan tempe), buah-buahan, roti, kaldu, dan beberapa makanan yang mudah dicerna lainnya sebagai upaya untuk mengembalikan kesehatan saluran cerna. Namun apabila Si Kecil tidak mau makan makanan bernutrisi seperti nasi putih, Bunda perlu cari tahu terlebih dahulu penyebab dan cara mengatasinya. Pelajari di sini yuk: Anak Tidak Mau Makan Nasi? Ini Dia 7 Tips Mengatasinya.

Saat pencernaan Si Kecil bermasalah, hindarilah makanan dengan cita rasa yang terlalu pedas, berlemak, ataupun terlalu asam untuk menghindari memperparah kondisi kesehatan saluran cerna. Selain itu pastikan Si Kecil tak memiliki alergi terhadap makanan supaya sistem pencernaannya tidak bermasalah.

Untuk lebih pasti, baiknya Bunda selalu mengawasi apakah Si Kecil menunjukan gejala yang mengindikasikan ia memiliki alergi terhadap makanan dan apabila tidak yakin, Bunda bisa selalu memeriksakan Si Kecil ke dokter atau melakukan pengecekan secara gratis di cek alergi Morinaga Soya untuk mengetahui seberapa besar resiko alergi Si Kecil sebelum melakukan tindakan penanganan berikutnya.

Meningkatkan Jumlah Bakteri Baik di Saluran Pencernaan

Bukan rahasia bahwa bakteri baik di dalam saluran cerna Si Kecil bisa membantu memecah makanan menjadi nutrisi yang pada akhirnya akan diserap oleh tubuh dan membantu tumbuh kembang Si Kecil supaya makin optimal. Semakin banyak bakteri baik dalam usus akan meminimalisasi ruang yang tersisa untuk bakteri jahat. Dan semakin banyak bakteri baik maka semakin sehat saluran cerna Si Kecil

Lantas bagaimana caranya meningkatkan jumlah bakteri baik? Berikan beberapa jenis makanan yang memang disinyalir baik untuk tubuh dan dapat meningkatkan jumlah bakteri baik seperti kombucha, yoghurt, keju, tempe, dan lainnya.

Akan tetapi bila Si Kecil memiliki alergi terhadap makanan tertentu, pasti akan lebih sulit bagi Bunda untuk memberikan asupan nutrisi yang bisa memenuhi kriteria tersebut. Untuk itulah Morinaga Soya MoriCare Triple Bifidus dihadirkan dengan formulasi gabungan 3 bakteri baik dalam triple bifidus serta prebiotik FOS untuk meningkatkan bakteri baik di usus serta melindungi kesehatan saluran pencernaan dan mendukung daya tahan tubuh yang maksimal.

Selain itu, Bifidobacterium Infantis M-63 dalam Triple Bifidus ini juga mampu meringankan gejala alergi yang terjadi pada Si Kecil di area pencernaan seperti diare ataupun rasa tak nyaman di area perut yang mungkin dirasakan Si Kecil. Berkat Bifidobacterium Breve M-16V, reaksi alergi di area kulit berupa eksim, dermatitis atopik juga akan diringankan gejalanya.

Terakhir, kebaikan Bifidobacterium longum BB536 juga mampu meringankan gejala alergi yang kerap kali menyerang saluran pernapasan. Misalnya saja rhinitis, batuk-batuk, hidung yang terasa gatal, ataupun asma.

Nah Bunda, selama masa pertumbuhan Si Kecil sesuai dengan kurva laju pertumbuhan dan nafsu makanannya tetap baik, maka seharusnya tidak ada yang perlu Bunda khawatirkan. Akan tetapi bila Si Kecil kerap kali kehilangan nafsu makan, serta laju pertumbuhannya cukup tertinggal, maka segeralah melakukan konsultasi dengan dokter anak ya Bunda untuk menghindari kondisi yang lebih serius yang mungkin menimpa Si Kecil.

Sebagai langkah awal, Bunda bisa mempelajari terlebih dahulu penyebab anak susah makan dan cara yang tepat untuk menyiasatinya. Baca di sini yuk: Penyebab Anak Susah Makan dan Cara Mengatasinya.





medical record

Berapa Besar Risiko Alergi Si Kecil?



Cari Tahu