Ketika Si Kecil mengalami reaksi alergi, wajar apabila Bunda ingin segera menemukan solusi untuk meredakan gejala yang mengganggunya. Obat antihistamin sering dipilih karena kemampuannya menghalangi histamin, suatu zat kimia yang menimbulkan reaksi yang timbul karena alergi.
Meski begitu, penggunaannya memerlukan perhatian khusus agar manfaatnya optimal tanpa memunculkan risiko kesehatan. Bunda perlu memahami jenis antihistamin yang sesuai serta cara penggunaannya yang aman bagi Si Kecil.
Antihistamin untuk Gangguan Pernafasan
Respons Si Kecil ketika terpapar alergen dapat memicu tubuhnya melepaskan histamin yang kemudian menyebabkan peradangan di saluran napasnya. Akibatnya, mungkin ia akan mengalami hidung tersumbat, batuk, atau sesak, yang kemudian akan membuatnya merasa tidak nyaman. Antihistamin dapat bekerja dengan menghambat efek histamin tersebut, membantu meredakan peradangan ini.
Berbagai bentuk sediaan antihistamin seperti berikut ini tersedia untuk memberikan pilihan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kenyamanan Si Kecil:
- Tablet, yang mengandung bahan antihistamin seperti loratadine, cetirizine, pseudoephedrine, dan sebagainya. Cocok diberikan kepada Si Kecil yang telah berusia di atas 6 tahun dan mampu menelan tablet.
- Sirup, umumnya berisi antihistamin berjenis chlorpheniramine maleate, mudah diberikan kepada Si Kecil yang belum mampu menelan tablet.
- Semprotan hidung, yang biasanya mengandung antihistamin berupa azelastine, meskipun ketersediaannya cukup terbatas di Indonesia.
Obat-obatan ini umumnya aman untuk dikonsumsi Si Kecil jika telah berusia minimum 2 tahun, dengan dosis yang disesuaikan berdasarkan usia dan berat badannya. Pastikan selalu mengikuti petunjuk penggunaan yang ada pada kemasan atau anjuran dari dokter. Jangan memberikan antihistamin tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter, agar tidak terjadi efek samping bagi organ-organ tubuhnya.
Antihistamin untuk Gejala pada Kulit
Histamin juga dapat menimbulkan reaksi pada kulit berupa ruam, gatal-gatal, dan bengkak. Namun reaksi seperti ini juga dapat diatasi dengan antihistamin. Umumnya sediaannya berbentuk krim atau salep, yang mengandung diphenhydramine. Krim atau salep ini dapat dipilih untuk reaksi alergi yang terjadi hanya pada satu lokasi, misalnya pada tangan atau pada kaki saja.
Sedangkan antihistamin berbentuk tablet diberikan jika keluhannya menyebar pada kulit di seluruh tubuhnya, tidak terbatas pada area tertentu saja. Zat yang diberikan sama seperti kandungan tablet antihistamin untuk pernafasan, yaitu loratadine atau cetirizine. Memberikan tablet lebih efisien untuk meredakan keluhan di seluruh tubuh daripada menggunakan salep yang bentuknya tidak mencukupi untuk mengatasi keluhan Si Kecil.
Perbedaan pemilihan bentuk antihistamin juga terdapat pada dosis penggunaannya. Biasanya krim atau salep dioleskan pada kulit yang mengalami iritasi 2-3 kali sehari. Sedangkan tablet diberikan sebanyak 1 kali sehari saja.
Efek Samping pada Si Kecil
Penggunaan antihistamin pada Si Kecil dapat menyebabkan beberapa efek samping yang perlu diwaspadai, seperti kantuk, mulut yang terasa kering, dan lebih sering buang air kecil daripada biasanya. Efek ini terjadi karena saat antihistamin memblokir zat histamin, obat ini juga dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang pada akhirnya mengganggu sistem organ lainnya.
Efek ini telah diteliti oleh para ahli yang kemudian menimbulkan perkembangan obat antihistamin untuk digunakan masyarakat. Berdasarkan perkembangannya, terdapat 2 macam antihistamin, yaitu generasi pertama dan generasi kedua.
Antihistamin generasi pertama ditemukan oleh para ahli lebih awal, dengan contoh berupa diphenhydramine dan chlorpheniramine maleate. Generasi ini memiliki kemampuan menembus suatu lapisan pada otak yang bernama blood brain barrier, sehingga dapat mengganggu fungsi otak dan menimbulkan efek samping berupa gejala kantuk yang berlebihan. Efek lainnya yang juga muncul adalah mengeringkan saluran pernapasan dan mulut, serta meningkatkan kerja otot kandung kemih untuk buang air kecil.
Untuk mengurangi risiko efek samping, para ahli menawarkan antihistamin generasi kedua berupa loratadine, cetirizine, dan pseudoephedrine. Sifat dari generasi ini adalah tidak mudah menembus lapisan blood brain barrier tersebut, sehingga efek samping yang menjadi risikonya akan lebih jarang terjadi.
Ketersediaan obat di setiap kota di Indonesia umumnya berbeda. Bunda dapat menemukan bahwa di suatu daerah hanya tersedia antihistamin generasi pertama saja, sedangkan antihistamin generasi kedua masih sulit diperoleh. Ini tentu akan mempengaruhi kemudahan Bunda untuk mengakses obat-obatan tersebut, sehingga penting bagi Bunda untuk tidak terlalu bergantung pada obat antihistamin dalam mengurangi gejala yang dialami Si Kecil.
Mengurangi Penggunaan Antihistamin
Untuk mengurangi ketergantungan pada penggunaan antihistamin, Bunda dapat mempertimbangkan cara alternatif untuk mengurangi gejala alergi pada Si Kecil, yaitu menggunakan probiotik Triple Bifi. Triple Bifi adalah kombinasi dari 3 spesies bakteri, yaitu Bifidobacterium longum BB536, B. breve M-16V, dan B. infantis M-63.
B. longum BB536 dapat mengurangi gejala alergi pada saluran pernapasan, seperti sumbatan pada hidung, pilek, dan batuk. Sedangkan B. breve M-16V telah banyak diteliti dan terbukti mampu menurunkan gejala alergi pada kulit seperti gatal dan ruam. Sementara B. infantis M-63 dapat mendukung keseimbangan mikroflora di dalam usus, sehingga menciptakan usus yang sehat. Usus yang optimal akan mampu memproduksi sel-sel imun untuk meningkatkan Ketahanan Tubuh Ganda agar tidak mudah bereaksi jika tubuh terpapar alergen.
Dengan memberikan asupan Triple Bifi kepada Si Kecil secara rutin, kejadian reaksi alergi pada dirinya dapat berkurang dan ia tidak akan terus-menerus mengkonsumsi antihistamin setiap saat. Risikonya mengalami efek samping juga akan berkurang, sehingga ia dapat lebih mudah memusatkan perhatiannya untuk bermain dan belajar mengembangkan Kecerdasan Multitalenta-nya.
Bagaimana ketiga bakteri dalam Triple Bifi ini bekerja untuk menurunkan kejadian reaksi alergi pada Si Kecil? Yuk, ketahui lebih dalam lagi tentangnya pada tautan berikut: Alergi Lebih Terkendali Pada Si Kecil dengan Asupan Triple Bifidus.
Referensi:
Alomedika. Penggunaan Antihistamin pada ISPA Anak. Diakses 22 Januari 2025. https://www.alomedika.com/penggunaan-antihistamin-pada-ispa-anak
Alomedika. Pemberian Kortikosteroid bersama Antihistamin untuk Terapi Urtikaria Akut - Apakah Perlu? Diakses 22 Januari 2025. https://www.alomedika.com/cme-skp-pemberian-kortikosteroid-bersama-antihistamin-untuk-terapi-urtikaria-akut
Cleveland Clinic. Antihistamines. Diakses 22 Januari 2025. https://my.clevelandclinic.org/health/treatments/antihistamines